Selasa, 10 Mei 2011

Jurnal Konvergensi PSAK ke IFRS

Jurnal Konvergensi PSAK ke IFRS

Review Jurnal :

International Convergence of Accounting
Practices: Choosing between IAS and US GAAP


Ann Tarca
UWA Business School, University of Western Australia, 35 Stirling Hwy, Crawley, Western
Australia 6009
Email: Ann.Tarca@uwa.edu.au
Journal of International Financial Management and Accounting 15:1 2004

Abstract

This study examines reporting practices of a sample of foreign listed and domestic-only
listed companies from the United Kingdom, France, Germany, Japan and Australia to
determine the extent to which companies voluntarily use ‘‘international’’ standards. Two
types of use of non-national standards in the consolidated accounts presented to the public
are considered: adoption of ‘‘international’’ standards instead of national standards, and
supplementary use where ‘‘international’’ standards are used in conjunction with national
standards. ‘‘International’’ standards are defined as US GAAP or IAS (now IFRS). The
study tests for a preference for either set of standards and considers the relationship of choice
of regime with firm attributes.


The results show significant voluntary use of ‘‘international’’ standards in all five
countries and among foreign listed and domestic-only listed companies. Companies using
‘‘international’’ standards are likely to be larger, have more foreign revenue and to be listed
on one or more foreign stock exchanges. US GAAP is the predominant choice, but IAS are
used by many firms in Germany and some in Japan. Firms listed in the United States’
regulated markets (NYSE and NASDAQ) are more likely to choose US GAAP, but
companies traded in the OTC market often select IAS.
The study demonstrates for managers and regulators that there is considerable support
for ‘‘international’’ standards, and that choice of IAS or US GAAP relates to specific firm
characteristics which differ according to a firm’s country of origin. Most use of
‘‘international’’ standards reflects individual countries’ institutional frameworks, confirming
the key role of national regulators and standard setters in assisting companies to achieve
more comparable international reporting.



Latar Belakang


Studi ini meneliti sejauh mana perusahaan-perusahaan dari lima negara menggunakan ''internasional''standar, mengingat kedua adopsi''internasional'' bukannya standar standar nasional, dan di mana''''internasionalstandar yang digunakan dalam hubungannya dengan standar nasional. Perusahaan ' listing bursa saham dicatat, sehingga sukarela dan wajib penggunaan ''Standar''internasional ditujukan. ''Internasional''standar didefinisikan sebagai US GAAP, praktek akuntansi yang berlaku umum dari Amerika Serikat (AS), atau IAS (Akuntansi Internasional Standar, sekarang digambarkan sebagai IFRS) yang dikembangkan oleh IASC.1 Atribut perusahaan yang memilih US GAAP atau IAS juga diperiksa. Sebagai kegiatan usaha global telah meningkat, keterbandingan informasi keuangan antara perusahaan-perusahaan dari negara yang berbeda telah menjadi menjadi isu penting. Standar setter dan regulator dari berbagai negara telah menjadi terlibat dalam inisiatif untuk menyelaraskan persyaratan pelaporan, seperti pengembangan standar global dan peraturan melalui IASC (dan kemudian IASB) dan Organisasi Internasional Komisi Efek (IOSCO). Kegiatan ini menunjukkan bahwa setidaknya beberapa perusahaan mencari persyaratan seragam, untuk membantu mereka dalam memproduksi lebih dibandingkan laporan keuangan. Salah satu cara untuk meningkatkan perbandingan dan transparansi dalam pelaporan keuangan adalah dengan menggunakan''''akuntansi internasional standar. Namun motivasi bagi perusahaan untuk menggunakan''internasional'' standar, dan sejauh mana mereka mampu melakukannya, akan mencerminkan kerangka kelembagaan di setiap negara.



Metode Penelitian


Penggunaan''''Standar Internasional dan Pilihan US GAAP atau IAS Diharapkan perusahaan-perusahaan internasional (didefinisikan sebagai orang yang asing daftar saham pendapatan atau valuta asing) yang lebih tertarik pada ''internasional''akuntansi standar dari perusahaan lain karena keterlibatan mereka dalam produk dan pasar modal di luar nasional batas. perusahaan internasional mungkin ingin berkomunikasi keuangan informasi kepada pihak yang berkepentingan, dan dapat memilih''internasional'' standar untuk meningkatkan transparansi dalam pelaporan dan mengurangi penyajian kembali informasi keuangan. Ada dua set standar akuntansi yang bisa memiliki judul''''internasional, yaitu IAS dan US GAAP. The IASC telah menerbitkan diatur hanya komprehensif''''standar internasional, jadi untuk perusahaan yang mencari''''standar internasional IAS adalah jelas pilihan. Namun, karena persyaratan pencatatan SEC US GAAP juga digunakan oleh perusahaan yang terdaftar asing. Oleh karena itu, pada sampel multi-negara perusahaan dengan berbagai listing asing,''standar''internasional
dipilih dapat berupa IAS atau US GAAP. Hipotesis untuk menguji hubungan antara penggunaan''internasional'' standar dan pilihan US GAAP atau IAS dan tingkat perusahaan dari
internasionalitas dapat dinyatakan secara formal (dalam bentuk lainnya) sebagai:
H1: Perusahaan dengan proporsi lebih besar dari pendapatan asing lebih
mungkin menggunakan standar''internasional''.


H2: Perusahaan dengan listing bursa saham asing lebih cenderung menggunakan ''Standar internasional.
Hipotesis ini diselidiki untuk sampel keseluruhan, dan untuk masing-masing negara. Negara dianggap terpisah untuk mengenali pengaruh kerangka kelembagaan mereka. Pendekatan ini memberikan kesempatan untuk memperluas (2001) Ashbaugh kesimpulan bahwa asing terdaftar perusahaan lebih cenderung menggunakan standar''''internasional dengan menunjukkan bagaimana masing-masing negara kerangka kelembagaan dampak penggunaan mereka. Penelitian dibangun di atas (2001) Ashbaugh temuan dalam kaitannya dengan perusahaan asing yang terdaftar di London Stock Exchange dengan memeriksa menggunakan standar''internasional'' onseveralmajor bursa saham byfirmslisted. Inaddition perusahaan yang mengadopsi ''Internasional''standar dan mereka yang menggunakan tambahan dari mereka
dianalisis secara terpisah, yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Empat kategori listing bursa saham asing dianggap karena efek kemungkinan persyaratan bursa keuangan pelaporan. Kategori-kategori tersebut adalah: NYSE: Terdaftar di NYSE atau NASDAQ dan tunduk pada US GAAP persyaratan akuntansi (US GAAP laporan keuangan atau rekonsiliasi dengan US GAAP disiapkan). OTC: diperdagangkan di pasar OTC AS atau di NASDAQ dan tidak dikenakan akuntansi US persyaratan GAAP (pra-5 Oktober 1983 NASDAQ listing).


Hasil Pembahasan


Studi ini meneliti penggunaan''standar''internasional (US GAAP atau IAS) di, Perancis Inggris, Jepang Jerman, dan Australia pada tahun 1999-2000.Perusahaan yang standar digunakan''internasional''lebih besar dan memiliki lebih asing pendapatan. Hubungan antara penggunaan''internasional'' Internasional Konvergensi Praktek Akuntansi 85 Blackwell Publishing Ltd 2004. standar dan kegiatan di pasar produk mendukung Zarzeski's (1996) saran bahwa perusahaan internasional yang lebih mencari budaya pelaporan global. Perusahaan yang menggunakan standar''internasional''lebih mungkin memiliki asing bursa daftar, konsisten dengan Ashbaugh (2001). Hasil mengungkapkan bahwa ada beberapa penggunaan''standar''internasional di semua negara, tetapi tingkat penggunaan, dan standar cara yang digunakan (yaitu, dengan adopsi atau penggunaan tambahan) adalah sesuai dengan kelembagaan kerangka di setiap negara. Temuan menunjukkan bahwa perusahaan telah sukarela menanggapi tekanan untuk menghasilkan lebih sebanding keuangan informasi, dan bahwa pembuat standar dan regulator memiliki peran kunci bermain dalam mempromosikan proses harmonisasi. Perusahaan di Jerman, Perancis dan Jepang memanfaatkan lebih''''internasional standar dari perusahaan dari Inggris dan Australia. Perusahaan dari Jerman dan Jepang lebih cenderung untuk mengadopsi, dan perusahaan dari Inggris, Perancis dan Australia lebih cenderung untuk membuat tambahan penggunaan,''standar''internasional. Temuan ini mencerminkan negara baik perbedaan dalam fokus sistem akuntansi nasional, dan sejauh yang masing-masing kerangka kelembagaan diizinkan penggunaan''internasional''
standar. Studi ini menemukan bahwa secara keseluruhan ada penggunaan yang lebih besar dari US GAAP dari IAS. Hasil ini mengejutkan, mengingat bahwa IAS lebih politis
netral dari US GAAP. Namun itu menunjukkan pengaruh US GAAP di lingkungan bisnis internasional, dan menunjukkan pentingnya pasar modal AS dan dampak dari SEC US GAAP
rekonsiliasi persyaratan. Ada yang cukup menggunakan sukarela IAS di Jerman, yang merupakan sinyal positif bagi adopsi IAS pada tahun 2005. Dalam Sebaliknya, perusahaan Perancis lebih cenderung menggunakan US GAAP dari IAS. The preferensi untuk USGAAPas cara untuk mempromosikan perbandingan internasional menegaskan pentingnya kegiatan konvergensi IASB dan AS standar setter (lihat IASB, 2002e). Studi ini menemukan bahwa US GAAP persyaratan rekonsiliasi dipromosikan baik menggunakan adopsi dan tambahan US GAAP. Perusahaan tidak dikenakan dengan persyaratan rekonsiliasi wajib, (perusahaan termasuk yang diperdagangkan di pasar AS OTC) lebih cenderung untuk memilih IAS dari US GAAP. The Hasil konsisten dengan (1998) menemukan Botosan dan Frost yang OTC Bulletin Board perusahaan tidak secara sukarela memberikan tingkat pengungkapan dibutuhkan oleh SEC dari pendaftar asing. Ini juga mendukung Ashbaugh's (2001) pandangan bahwa perusahaan menggunakan IAS sebagai cara standarisasi biaya rendah informasi. Temuan menunjukkan bahwa lobi untuk penggunaan IAS tanpa rekonsiliasi akan terus, dan IASB akan berada di bawah tekanan lebih lanjut untuk menghasilkan standar yang dapat diterima oleh standar dan penentu AS regulator. Hubungan antara atribut perusahaan (seperti proporsi asing
pendapatan, ukuran dan leverage) dan penggunaan''standar''internasional berbeda antara masing-masing lima negara dalam penelitian ini. Masa Depan Penelitian bisa mencari wawasan lebih lanjut menjadi alasan untuk perbedaan ini. Ini bisa juga mempertimbangkan negara-negara lain dengan sejarah menggunakan''internasional'' standar, seperti Belanda dan Swiss, dan negara-negara dari Asia Pasifik yang telah menggunakan standar non-nasional, seperti
Filipina dan Malaysia. Tinjauan tentang cara perusahaan menggunakan ''Standar''internasional telah disediakan, dan hal ini berkaitan secara khusus untuk 1999-2000. Situasi ini akan berkembang sebagai perubahan peraturan membolehkan atau membutuhkan penggunaan lebih''''standar internasional, menyediakan lebih lanjut penelitian peluang. Investigasi tingkat penerimaan IAS oleh pelaku pasar, dan menilai kualitas pelaporan IAS, akan mungkin karena banyak perusahaan yang mengadopsi IAS. Penegakan lintas batas ''Internasional''standar, isu yang memprihatinkan bagi regulator dan standar setter, menimbulkan pertanyaan penelitian tambahan.


Komentar : Melihat Pembahasan jurnal diatas, Studi ini meneliti penggunaan''standar''internasional (US GAAP atau IAS) di, Perancis Inggris, Jepang Jerman, dan Australia pada tahun 1999-2000.Perusahaan yang standar digunakan''internasional''lebih besar dan memiliki lebih asing pendapatan.Perusahaan di Jerman, Perancis dan Jepang memanfaatkan lebih''''internasional standar dari perusahaan dari Inggris dan Australia. Perusahaan dari Jerman dan Jepang lebih cenderung untuk mengadopsi, dan perusahaan dari Inggris, Perancis dan Australia lebih cenderung untuk membuat tambahan penggunaan,''standar''internasional. Temuan ini mencerminkan negara baik perbedaan dalam fokus sistem akuntansi nasional, dan sejauh yang masing-masing kerangka kelembagaan diizinkan penggunaan''internasional'' standar. Studi ini menemukan bahwa secara keseluruhan ada penggunaan yang lebih besar dari US GAAP dari IAS. Hasil ini mengejutkan, mengingat bahwa IAS lebih politis netral dari US GAAP.

Jumat, 01 April 2011

Jurnal Konversi PSAK ke IFRS

KONVERSI PSAK ke IFRS
Perbandingan standar akuntansi menurut IFRS dengan PSAK

Artikel ini mengacu kepada perbandingan IFRS dengan PSAK yang diterbitkan oleh Deloitte sampai dengan 1 Januari 2007. Sampai dengan tanggal tersebut, 28 PSAK disusun dengan mengacu kepada IAS/IFRS, 20 PSAK dikembangkan dengan mengacu kepada prinsip akuntansi Amerika Serikat, 8 PSAK dikembangkan sendiri oleh IAI, dan 1 PSAK tentang perbankan syari’ah mengacu kepada standar akuntansi yang diterbitkan oleh AAOIFI serta peraturan-peraturan terkait yang berlaku di Indonesia.
Tabel berikut meringkas referensi yang digunakan dalam pengembangan PSAK:
No. PSAK REFERENSI
1. PSAK 1 Penyajian Laporan Keuangan (Revisi 1998) IAS 1 (Revised 1997) Presentation of Financial Statements
2. PSAK 2 Laporan Arus Kas (1994) (Reformat 2007) IAS 7 (Revised 1992), Cash Flow Statements
3. PSAK 3 Laporan Keuangan Interim (Reformat 2007) APB Opinion No. 28 (1973), Interim Financial Statements
4. PSAK 4 Laporan Keuangan Konsolidasi (Reformat 2007) IAS 27 (1989) Consolidated and Separate Financial Statements
5. PSAK 5 Pelaporan Segmen (Revisi 2000) IAS 14 (Revised 1997) Segment Reporting
6. PSAK 7 Hubungan Pihak-Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa (Reformat 2007) IAS 24 (1984) Related Party Disclosures
7. PSAK 8 Peristiwa Setelah Tanggal Neraca (Revisi 2003) IAS 10 (1978) Events after the Balance Sheet Date
8. PSAK 10 Transaksi dalam Mata Uang Asing (Reformat 2007) IAS 21 (Revised 1993) The Effects of Changes in Foreign Exchange Rates
9. PSAK 11 Penjabaran Laporan keuangan Dalam Mata Uang Asing (Reformat 2007)
10. PSAK 12 Pelaporan keuangan mengenai Bagian Partisipasi Dalam Pengendalian Bersama Operasi dan Aset IAS 31 (Revised 1990) Financial Reporting of Interests in Joint Ventures
11. PSAK 13 Properti Investasi (yang berlaku sekarang Revisi 2007) IAS 25 (1986) Accounting for Investments
12. PSAK 14 Persediaan (Reformat 2007) IAS 2 (Revised 1993) Inventories
13. PSAK 15 Akuntansi Untuk Investasi Dalam Perusahaan Asosiasi (Reformat 2007) IAS 28 (Revised 1989) Accounting for Investments in Associates
14. PSAK 16 Aset Tetap (yang berlaku sekarang Revisi 2007) IAS 16 (Revised 1993) Property, Plant, and Equipment
15. PSAK 18 Akuntansi Dana Pensiun • IAS 26 (1987) Accounting and Reporting by Retirement Benefit Plans
• Peraturan-peraturan tentang dana pension di Indonesia, terutama UU No. 11/1992)
16. PSAK 19 Aset Tidak Berwujud (Revisi 2000) IAS 38 (1998) Intangible Assets
17. PSAK 21 Akuntansi Ekuitas Peraturan-peraturan yang mengatur perseroan di Indonesia serta beberapa SFAS mengenai akuntansi ekuitas
18. PSAK 22 Akuntansi Penggabungan Usaha (Reformat 2007) IAS 22 (Revised 1993) Accounting for Business Combinations
19. PSAK 23 Pendapatan (Reformat 2007) IAS 18 (1993) Revenue
20. PSAK 24 Imbalan Kerja (Revisi 2004) IAS 19 (Revised 2000) Employee Benefits
21. PSAK 25 Laba Atau Rugi Bersih Untuk Periode Berjalan,Kesalahan Mendasar,dan Perubahan Kebijakan Akuntansi (Reformat 2007) IAS 8 (Revised 1993) Net Profit or Loss for the Period, Fundamental Errors, and Changes in Accounting Policies
22. PSAK 26 Biaya Pinjaman (Revisi 1997) (Reformat 2007) IAS 23 (Revised 1993) Borrowing Costs
23. PSAK 27 Akuntansi Perkoperasian (Revisi 1998) (Reformat 2007) Peraturan-peraturan mengenai koperasi di Indonesia
24. PSAK 28 (Revisi 1996) Akuntansi AsuransiI Kerugian • SFAS 60, 91, 97, 113, 120
• Peraturan-peraturan mengenai asuransi di Indonesia
25. PSAK 29 Akuntansi Minyak dan Gas Bumi • SFAS 19, 25, 69
• Peraturan-peraturan mengenai migas di Indonesia
26. PSAK 30 Sewa (yang berlaku sekarang Revisi 2007) • SFAS 13
• Peraturan-peraturan mengenai sewaguna di Indonesia
27. PSAK 31 Akuntansi Perbankan (Revisi 2000) • IAS 30 (1990) Disclosures in the Financial Statements of Banks and Similar Financial Institutions
• Bank for International Settlement (BIS)
• Peraturan-peraturan mengenai perbankan di Indonesia
28. PSAK 32 Akuntansi Kehutanan Peraturan-peraturan mengenai kehutanan di Indonesia
29. PSAK 33 Akuntansi Pertambangan Umum Peraturan-peraturan mengenai pertambangan di Indonesia
30. PSAK 34 Akuntansi kontrak Kontruksi IAS 11 (Revised 1993) Accounting for Construction Contracts
31. PSAK 35 Akuntansi Pendapatan Jasa Telekomunikasi Peraturan-peraturan mengenai telekomunikasi di Indonesia
32. PSAK 36 Akuntansi Asuransi Jiwa • SFAS 60, 81, 91, 97, 113, 120
• Peraturan-peraturan mengenai asuransi jiwa di Indonesia
33. PSAK 37 Akuntansi penyelenggaraan Jalan tol (Reformat 2007) Peraturan-peraturan mengenai manajemen jalan tol di Indonesia
34. PSAK 38 Akuntansi Restrukturisasi Ekuitas Sepengendali (Revisi 2004) APB 16, 29
35. PSAK 39 Akuntansi kerjasama Operasi (Reformat 2007) Peraturan-peraturan mengenai kerjasama operasi di Indonesia
36. Psak 40 Akuntansi Perubahan Ekuitas Anak Perusahaan/Perusahaan Asosiasi Beberapa prinsip akuntansi Amerika Serikat
37. PSAK 41 Akuntansi Waran (Reformat 2007) • APB Opinion No. 14 (1969) Accounting for Convertible Debt and Debt Issued with Stock Purchase Warrants
• Peraturan-peraturan BAPEPAM-LK di Indonesia
38. PSAK 42 Akuntansi Perusahaan Efek (Reformat 2007) • SFAS 12
• Peraturan-peraturan BAPEPAM-LK di Indonesia
39. PSAK 43 Akuntansi Anjak Piutang (Reformat 2007) • SFAS 77 Reporting by Transferor for Transfers of Receivables with Recourse
• Peraturan-peraturan BAPEPAM-LK di Indonesia
40. PSAK 44 Akuntansi Aktivitas Pengembangan Real Estat (Reformat 2007) SFAS 66 Accounting for Sales of Real Estate
41. PSAK 45 Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba (Reformat 2007) SFAS 117 Financial Statements of Not-for-Profit Organizations
42. PSAK 46 Akuntansi Pajak Penghasilan (Reformat 2007) IAS 12 (1996) Income Taxes
43. PSAK 47 Akuntansi Tanah Peraturan-peraturan pertanahan di Indonesia
44. PSAK 48 Penurunan Nilai Aset IAS 36 (1998) Impairment of Assets
45. PSAK 49 Akuntansi Reksa Dana Peraturan-peraturan mengenai reksa dana di Indonesia
46. PSAK 50 Instrumen Keuangan: Penyajian dan Pengungkapan (saat ini yang berlaku Revisi 2006) SFAS No. 115 Accounting for Certain Investments in Debt and Equity Securities
47. PSAK 51 Akuntansi Kuasi-Reorganisasi (Revisi 2003) ARB 43, Ch. 7 Capital Accounts, Section A: Quasi Reorganizations or Corporate Readjustment
48. PSAK 52 Mata Uang Pelaporan SFAS No. 52 Foreign Currency Translation
49. PSAK 53 Akuntansi Kompensasi Berbasis Saham SFAS 123 Accounting for Stock-Based Compensation
50. PSAK 54 Akuntansi Restrukturisasi Utang-Piutang Bermasalah SFAS 15 Accounting by Debtors and Creditors for Troubled Debt Restructuring
51. PSAK 55 Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran (saat ini yang berlaku Revisi 2006) SFAS 133 Accounting for Derivatives Instruments and Hedging Activities
52. PSAK 56 Laba Per Saham (LPS) IAS 33 (1997) Earnings per Share
53. PSAK 57 Kewajiban Diestimasi, Kewajiban Kontijensi, dan Aset Kontijensi IAS 37 (1998) Provisions, Contingent Liabilities and Contingent Assets
54. PSAK 58 Operasi Dalam Penghentian IAS 35 (1998) Discontinuing Operations
55. PSAK 59 Akuntansi Perbankan Syariah • Fatwa MUI
• Rerangka Konseptual untuk Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan untuk Transaksi Syari’ah
• Standar akuntansi yang diterbitkan oleh AAOIFI.
NOTE:
• PSAK yang dicoret menunjukkan bahwa PSAK tersebut sudah direvisi dan tidak lagi berlaku. Sebagian revisi mungkin sudah konvergen dengan IFRS/IAS.

Jurnal Konversi Standar Akuntansi PSAK ke IFRS ( Internasional Financial Reporting Standards )
Pengertian IFRS
IFRS merupakan standar akuntansi internasional yang diterbitkan oleh International Accounting Standard Board (IASB). Standar Akuntansi Internasional (International Accounting Standards/IAS) disusun oleh empat organisasi utama dunia yaitu Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB), Komisi Masyarakat Eropa (EC), Organisasi Internasional Pasar Modal (IOSOC), dan Federasi Akuntansi Internasioanal (IFAC).
Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB) yang dahulu bernama Komisi Standar Akuntansi Internasional (AISC), merupakan lembaga independen untuk menyusun standar akuntansi. Organisasi ini memiliki tujuan mengembangkan dan mendorong penggunaan standar akuntansi global yang berkualitas tinggi, dapat dipahami dan dapat diperbandingkan (Choi et al., 1999 dalam Intan Immanuela, puslit2.petra.ac.id)
Natawidnyana(2008), menyatakan bahwa Sebagian besar standar yang menjadi bagian dari IFRS sebelumnya merupakan International Accounting Standards (IAS). IAS diterbitkan antara tahun 1973 sampai dengan 2001 oleh International Accounting Standards Committee (IASC). Pada bulan April 2001, IASB mengadospsi seluruh IAS dan melanjutkan pengembangan standar yang dilakukan.
Struktur IFRS
International Financial Reporting Standards mencakup:
* International Financial Reporting Standards (IFRS) – standar yang diterbitkan setelah tahun 2001
* International Accounting Standards (IAS) – standar yang diterbitkan sebelum tahun 2001
* Interpretations yang diterbitkan oleh International Financial Reporting Interpretations Committee (IFRIC) – setelah tahun 2001
* Interpretations yang diterbitkan oleh Standing Interpretations Committee (SIC) – sebelum tahun 2001 (www.wikipedia.org)
Secara garis besar ada empat hal pokok yang diatur dalam standar akuntansi. Yang pertama berkaitan dengan definisi elemen laporan keuangan atau informasi lain yang berkaitan. Definisi digunakan dalam standar akuntansi untuk menentukan apakah transaksi tertentu harus dicatat dan dikelompokkan ke dalam aktiva, hutang, modal, pendapatan dan biaya. Yang kedua adalah pengukuran dan penilaian. Pedoman ini digunakan untuk menentukan nilai dari suatu elemen laporan keuangan baik pada saat terjadinya transaksi keuangan maupun pada saat penyajian laporan keuangan (pada tanggal neraca). Hal ketiga yang dimuat dalam standar adalah pengakuan, yaitu kriteria yang digunakan untuk mengakui elemen laporan keuangan sehingga elemen tersebut dapat disajikan dalam laporan keuangan. Yang terakhir adalah penyajian dan pengungkapan laporan keuangan. Komponen keempat ini digunakan untuk menentukan jenis informasi dan bagaimana informasi tersebut disajikan dan diungkapkan dalam laporan keuangan. Suatu informasi dapat disajikan dalam badan laporan (Neraca, Laporan Laba/Rugi) atau berupa penjelasan (notes) yang menyertai laporan keuangan.
Konversi ke IFRS di Indonesia
Indonesia saat ini belum mewajibkan bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia menggunakan IFRS melainkan masih mengacu kepada standar akuntansi keuangan lokal. Dewan Pengurus Nasional IAI bersama-sama dengan Dewan Konsultatif SAK dan Dewan SAK merencanakan tahun 2012 akan menerapkan standar akuntansi yang mendekati konvergensi penuh kepada IFRS.
Dari data-data di atas kebutuhan Indonesia untuk turut serta melakukan program konverjensi tampaknya sudah menjadi keharusan jika kita tidak ingin tertinggal. Sehingga, dalam perkembangan penyusunan standar akuntansi di Indonesia oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) tidak dapat terlepas dari perkembangan penyusunan standar akuntansi internasional yang dilakukan oleh International Accounting Standards Board (IASB). Standar akuntansi keuangan nasional saat ini sedang dalam proses secara bertahap menuju konverjensi secara penuh dengan International Financial Reporting Standards yang dikeluarkan oleh IASB. Adapun posisi IFRS/IAS yang sudah diadopsi hingga saat ini dan akan diadopsi pada tahun 2009 dan 2010 adalah seperti yang tercantum dalam daftar- daftar berikut ini.
Tabel 1:
IFRS/IAS yang Telah Diadopsi ke dalam PSAK hingga 31 Desember 2008
1. IAS 2 Inventories
2. IAS 10 Events after balance sheet date
3. IAS 11 Construction contracts
4. IAS 16 Property, plant and equipment
5. IAS 17 Leases
6. IAS 18 Revenues
7. IAS 19 Employee benefits
8. IAS 23 Borrowing costs
9. IAS 32 Financial instruments: presentation
10. IAS 39 Financial instruments: recognition and measurement
11. IAS 40 Investment propert
Tabel 2:
IFRS/IAS yang Akan Diadopsi ke dalam PSAK pada Tahun 2009
1. IFRS 2 Share-based payment
2. IFRS 4 Insurance contracts
3. IFRS 5 Non-current assets held for sale and discontinued operations
4. IFRS 6 Exploration for and evaluation of mineral resources
5. IFRS 7 Financial instruments: disclosures
6. IAS 1 Presentation of financial statements
7. IAS 27 Consolidated and separate financial statements
8. IAS 28 Investments in associates
9. IFRS 3 Business combination
10. IFRS 8 Segment reporting
11. IAS 8 Accounting policies, changes in accounting estimates and errors
12. IAS 12 Income taxes
13. IAS 21 The effects of changes in foreign exchange rates
14. IAS 26 Accounting and reporting by retirement benefit plans
15. IAS 31 Interests in joint ventures
16. IAS 36 Impairment of assets
17. IAS 37 Provisions, contingent liabilities and contingent assets
18. IAS 38 Intangible assets
Tabel 3:
IFRS/IAS yang Akan Diadopsi ke dalam PSAK pada Tahun 2010
1. IAS 7 Cash flow statements
2. IAS 20 Accounting for government grants and disclosure of government assistance
3. IAS 24 Related party disclosures
4. IAS 29 Financial reporting in hyperinflationary economies
5. IAS 33 Earning per share
6. IAS 34 Interim financial reporting
Dan untuk hal-hal yang tidak diatur standar akuntansi internasional, DSAK akan terus mengembangkan standar akuntansi keuangan untuk memenuhi kebutuhan nyata di Indonesia, terutama standar akuntansi keuangan untuk transaksi syariah, dengan semakin berkembangnya usaha berbasis syariah di tanah air. Landasan konseptual untuk akuntansi transaksi syariah telah disusun oleh DSAK dalam bentuk Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Hal ini diperlukan karena transaksi syariah mempunyai karakteristik yang berbeda dengan transaksi usaha umumnya sehingga ada beberapa prinsip akuntansi umum yang tidak dapat diterapkan dan diperlukan suatu penambahan prinsip akuntansi yang dapat dijadikan landasan konseptual. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan untuk transaksi syariah akan dimulai dari nomor 101 sampai dengan 200. (SY)
Indonesia harus mengadopsi standar akuntansi internasional (International Accounting Standard/IAS) untuk memudahkan perusahaan asing yang akan menjual saham di negara ini atau sebaliknya. Namun demikian, untuk mengadopsi standar internasional itu bukan perkara mudah karena memerlukan pemahaman dan biaya sosialisasi yang mahal.
Membahas tentang IAS saat ini lembaga-lembaga yang aktif dalam usaha harmonisasi standar akuntansi ini antara lain adalah IASC (International Accounting Standard Committee), Perserikatan Bangsa-Bangsa dan OECD (Organization for Economic Cooperation and Development). Beberapa pihak yang diuntungkan dengan adanya harmonisasi ini adalah perusahaan-perusahaan multinasional, kantor akuntan internasional, organisasi perdagangan, serta IOSCO (International Organization of Securities Commissions)
Iqbal, Melcher dan Elmallah (1997:18) mendefinisikan akuntansi internasional sebagai akuntansi untuk transaksi antar negara, pembandingan prinsip-prinsip akuntansi di negara-negara yang berlainan dan harmonisasi standar akuntansi di seluruh dunia. Suatu perusahaan mulai terlibat dengan akuntansi internasional adalah pada saat mendapatkan kesempatan melakukan transaksi ekspor atau impor. Standard akuntansi internasional (IAS) adalah standard yang dapat digunakan perusahaan multinasional yang dapat menjembatani perbedaan-perbedaan antar Negara, dalam perdagangan multinasional.
IASC didirikan pada tahun 1973 dan beranggotakan anggota organisasi profesi akuntan dari sepuluh negara. Di tahun 1999, keanggotaan IASC terdiri dari 134 organisasi profesi akuntan dari 104 negara, termasuk Indonesia. Tujuan IASC adalah (1) merumuskan dan menerbitkan standar akuntansi sehubungan dengan pelaporan keuangan dan mempromosikannya untuk bisa diterima secara luas di seluruh dunia, serta (2) bekerja untuk pengembangan dan harmonisasi standar dan prosedur akuntansi sehubungan dengan pelaporan keuangan.
IASC memiliki kelompok konsultatif yang disebut IASC Consultative Group yang terdiri dari pihak-pihak yang mewakili para pengguna laporan keuangan, pembuat laporan keuangan, lembaga-lembaga pembuat standar, dan pengamat dari organisasi antar-pemerintah. Kelompok ini bertemu secara teratur untuk membicarakan kebijakan, prinsip dan hal-hal yang berkaitan dengan peranan IASC.
IFRS (Internasional Financial Accounting Standard) adalah suatu upaya untuk memperkuat arsitektur keungan global dan mencari solusi jangka panjang terhadap kurangnya transparansi informasi keuangan.
Tujuan IFRS adalah :memastikan bahwa laporan keungan interim perusahaan untuk periode-periode yang dimaksukan dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi yang :
1. transparansi bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang peiode yang disajikan
2. menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS
3. dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna
Manfaat dari adanya suatu standard global:
1. Pasar modal menjadi global dan modal investasi dapat bergerak di seluruh dunia tanpa hambatan berarti. Stadart pelaporan keuangan berkualitas tinggi yang digunakan secara konsisten di seluruh dunia akan memperbaiki efisiensi alokasi lokal
2. investor dapat membuat keputusan yang lebih baik
3. perusahaan-perusahaan dapat memperbaiki proses pengambilan keputusan mengenai merger dan akuisisi
4. gagasan terbaik yang timbul dari aktivitas pembuatan standard dapat disebarkan dalam mengembangkan standard global yang berkualitas tertinggi.
Hamonisasi telah berjalan cepat dan efektif, terlihat bahwa sejumlah besar perusahaan secara sukarela mengadopsi standard pelaporan keuangan Internasional (IFRS). Banyak Negara yang telah mengadopsi IFRS secara keseluruhan dan menggunakan IFRS sebagai dasar standard nasional. Hal ini dilakukan untuk menjawab permintaan investor institusional dan pengguna laporan keuangan lainnya.
Usaha-usaha standard internasional ini dilakukan secara sukarela, saat standard internasional tidak berbeda dengan standard nasional, maka tidak akan ada masalah, yang menjadi masalah, apabila standard internasional berbeda dengan standard nasional. Bila hal ini terjadi, maka yang didahulukan adalah standard nasional (rujukan pertama).
Banyak pro dan kontra dalam penerapan standard internasional, namun seiring waktu, Standard internasional telah bergerak maju, dan menekan Negara-negara yang kontra. Contoh : komisi pasar modal AS, SEC tidak menerima IFRS sebagai dasar pelaporan keuangan yang diserahkan perusahaan-perusahaan yang mencatatkan saham pada bursa efek AS, namun SEC berada dalam tekanan yang makin meningkat untuk membuat pasar modal AS lebih dapat diakses oleh para pembuat laporan non-AS. SEC telah menyatakan dukungan atas tujuan IASB untuk mengembangkan standard akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan yang digunakan dalam penawaran lintas batas.
Dengan pengadopsian IFRS memang diperuntukkan sebagai contoh bahwa dalam hidup kita memang mengalami perubahan, dan perubahan ini terjadi akibat adanya perkembangan dari segala aspek. Namun dalam mengadopsi IFRS , sayangnya masih terdapat pihak-pihak yang mungkin menentangnya, contoh alasannya adalah pemahaman yang mungkin masih dirasa kurang. Mengapa tidak, IFRS ini dalam penjelasannya masih menggunakan bahasa Inggris yang berarti kita harus menerjemahkannya kedalam bahasa yang sesuai dengan Negara yang akan menganutnya. Dengan ini, permasalahannya adalah kita memerlukan banya waktu untuk menerjemahkan. Serta anggapan bahwa dengan pengubahan ini menimbulkan biaya yang lumayan besar. Karena inilah pengadopsian IFRS di Indonesia belum berjalan.
Referensi:
http://sari.student.umm.ac.id/
http://www.kanaka.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=63:konverjensi-ke-ifrs-di-indonesia&catid=44:audit
http://www.managementfile.com/column.php?sub=finance&id=149&page=finance
Pencabutan PSAK 44 dan Konvergensi PSAK ke IFRS
PSAK 44 (Akuntansi Aktivitas Pengembangan Real Estat) akan dilakukan pencabutan efektif terhitung mulai tanggal 1 Januari 2012
Alasan Pencabutan
Pencabutan PSAK 44 dilandasi alasan sebagai dampak dari konvergensi IFRS yang mengakibatkan SAK berbasis industri harus dicabut karena sudah diatur dalam SAK lain serta adanya inkonsistensi dengan SAK lain.
PSAK 44 mengatur mengenai pengakuan pendapatan dari penjualan bangunan rumah, ruko, dan bangunan sejenis lainnya beserta kavling tanahnya, penjualan bangunan kondominium, apartemen, perkantoran, pusat perbelanjaan dan bangunan sejenis lainnya, serta unit dalam kepemilikan time sharing, penjualan kavling tanah tanpa bangunan, unsur biaya pengembangan proyek real estat, penyajian dan pengungkapan laporan keuangan.
Dalam beberapa kondisi dan situasi, pengaturan dalam PSAK 44 akan bertentangan dengan pengaturan dalam SAK lain yang bersifat umum (principle-based), misalnya PSAK 1 (revisi 2009): Penyajian Laporan Keuangan, PSAK 23 (revisi 2010): Pendapatan, PSAK 34: Kontrak Konstruksi, dan PSAK 57 (revisi 2009): Provisi, Liabilitas Kontijensi, dan Aset Kontijensi.
Pencabutan PSAK 44 seiring dengan adopsi IFRIC 15 Agreements for the Construction of Real Estate yang memberikan panduan bagaimana mengakui pendapatan yang berasal dari perjanjian real estat. IFRIC 15 mengatur bahwa pendapatan tersebut diakui sesuai dengan PSAK 23 jika substansinya merupakan penjualan barang atau PSAK 34 jika substansinya merupakan pemberian jasa konstruksi.
Konversi PSAK ke IFRS
Sesuai dengan roadmap konvergensi PSAK ke IFRS (International Financial Reporting Standart) maka saat ini Indonesia telah memasuki tahap persiapan akhir (2011) setelah sebelumnya melalui tahap adopsi (2008 – 2010). Hanya setahun saja IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) menargetkan tahap persiapan akhir ini, karena setelah itu resmi per 1 Januari 2012 Indonesia menerapkan IFRS.
Dengan adanya standar global tersebut memungkinkan keterbandingan dan pertukaran informasi secara universal. Konvergensi IFRS dapat meningkatkan daya informasi dari laporan keuangan perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia. Adopsi standar internasional juga sangat penting dalam rangka stabilitas perekonomian.
Manfaat dari program konvergensi IFRS diharapkan akan mengurangi hambatantan-hambatan investasi, meningkatkan transparansi perusahaan, mengurangi biaya yang terkait dengan penyusunan laporan keuangan, dan mengurangi cost of capital. Sementara tujuan akhirnya laporan keuangan yang disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) hanya akan memerlukan sedikit rekonsiliasi untuk menghasilkan laporan keuangan berdasarkan IFRS.
Sasaran konvergensi IFRS tahun 2012 adalah merevisi PSAK agar sesuai dengan IFRS versi 1 Januari 2009 yang berlaku efektif tahun 2011/2012 dan konvergensi IFRS di Indonesia dilakukan secara bertahap.
Manfaat Konvergensi IFRS :
1. Memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan Standar Akuntansi keuangan yang dikenal secara internasional
2. Meningkatkan arus investasi global melalui transparansi
3. Menurunkan modal dengan membuka peluang fund raising melalui pasar modal secara global.

Minggu, 20 Februari 2011

Tugas Akuntansi Internasional ( PSAK 39, Akuntansi Kerjasama Operasi )

TUGAS AKUNTANSI INTERNASIONAL

PSAK 39 ( AKUNTANSI KERJASAMA OPERASI )

 

RIO FERDIANTO

20207946

4EB03

 

 

 

 

UNIVERSITAS GUNADARMA

2011

PSAK 39 Akuntansi kerjasama Operasi (Reformat 2007)

Kerja Sama Operasi (KSO) adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih di mana masing-masing sepakat untuk melakukan suatu usaha bersama dengan menggunakan aset dan/atau hak usaha yang dimiliki dan secara bersama menanggung risiko usaha tersebut.

Bentuk-bentuk KSO berkembang dengan berbagai variasi, tetapi bisa dibagi menjadi dua golongan, yakni: (a) KSO dengan entitas hukum yang terpisah (separate legal entity) dari entitas hukum para partisipan KSO; dan (b) KSO tanpa pembentukan entitas hukum yang terpisah.

PSAK 39 ini bertujuan mengatur akuntansi kegiatan Kerja Sama Operasi (KSO), yakni yang berkaitan dengan: (a) pengakuan dan pengukuran akun-akun yang timbul dari kegiatan KSO seperti aset, kewajiban pendapatan, dan beban; (b) penyajian dan pengungkapan akun-akun kegiatan KSO.

Pernyataan SAK 39 ini mengatur kegiatan KSO, baik dari sisi pemegang aset, atau hak penyelenggaraan usaha tertentu, maupun dari sisi investor.

Pernyataan ini berlaku efektif untuk penyusunan dan penyajian laporan keuangan yang mencakup periode yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 1998. Penerapan lebih dini dianjurkan.

PENDAHULUAN

 

01. Dunia bisnis selalu ditandai oleh keinginan untuk melakukan investasi pada usaha yang menguntungkan dengan risiko yang kecil. Keinginan dunia bisnis untuk melakukan investasi seringkali melebihi kemampuan satu entitas usaha untuk menyediakan dana. Seorang pengusaha yang memiliki peluang investasi, tetapi tidak memiliki dana atau aset yang cukup, akan berusaha mengajak mitra usaha untuk memanfaatkan peluang tersebut dengan membentuk Kerjasama Operasi (KSO). Kerjasama Operasi berlandaskan Hukum Perdata umumnya, Hukum Perikatan khususnya, sehingga hak, kewajiban, kepemilikan, pola kepemilikan aset, pola bagi pendapatan-beban-hasil akibat perikatan tersebut hendaknya diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Kerjasama Operasi antara entitas akuntansi Indonesia dan pihak luar negeri berlandas pada kesepakatan antar pihak, dengan memperhatikan hukum di negara masing-masing dan hukum internasional, mempunyai konsekuensi pengungkapan yang sama.

 

02. Pengusaha yang lain mungkin memiliki dana atau akses ke dana yang cukup, tetapi tidak memiliki sumber daya lain yang cukup, atau dia mungkin tidak berani menanggung risiko sendirian. Hal ini juga bisa mendorong pengusaha tersebut untuk menciptakan KSO. lnti dari semua bentuk KSO adalah sama, yakni pengusaha berusaha memperoleh dana dan atau aset yang mencukupi untuk melakukan investasi yang diinginkan, dan atau memperoleh sinerji dari aliansi stratejik, dan atau membagi risiko investasi dengan pengusaha lain. Seorang pengusaha yang memiliki akses ke dana dan sumber daya lain yang cukup, dan tidak ingin membagi risiko dengan pengusaha lain, mungkin tidak akan tertarik dengan bentuk-bentuk kerjasama. Dia mungkin merasa lebih baik bila meminjam uang di bank atau mencari dana di pasar modal. Dengan demikian ada perbedaan pokok antara KSO dengan bentuk-bentuk pendanaan lain, yaitu KSO memiliki unsur adanya keterbatasan seorang pengusaha untuk memanfaatkan dana dari institusi keuangan yang ada, atau memiliki kesulitan dalam perolehan sumber daya atau hak usaha tertentu, dan atau adanya kehendak untuk membagi risiko investasi.

 

03. Bentuk-bentuk KSO berkembang dengan berbagai variasi, tetapi bisa dibagi menjadi dua golongan, yakni: l KSO dengan entitas hukum yang terpisah (separate legal entity) dari entitas hukum para partisipan KSO, dan l KSO tanpa pembentukan entitas hukum yang terpisah. KSO yang pertama bisa berbentuk badan hukum atau persekutuan. Sedang KSO tanpa entitas hukum bisa berbentuk Pengendalian Bersama Operasi (PBO) dan Pengendalian Bersama Aset (PBA), atau KSO dimana hanya satu pihak saja dari partisipan KSO yang memiliki kendali yang signifikan atas aset dan operasi KSO. Dalam KSO dengan pola PBO dan PBA, masing-masing partisipan KSO memiliki kendali yang signifikan atas operasi atau aset KSO, karena itu nama kerjasama ini adalah pengendalian bersama (jointly controlled). KSO yang diatur dalam Pernyataan ini adalah KSO dengan batasan dimana hanya satu pihak saja yang secara signifikan (berarti) memiliki kendali atas aset dan operasi KSO. Bentuk-bentuk operasional KSO sangat bervariasi dan berkembang selaras dengan kebutuhan para partisipannya. Dua bentuk KSO yang populer adalah bentuk bangun, kelola, serah (Build, Operate, and Transfer/BOT); dan bentuk bangun, serah, kelola (Build, Transfer, and Operate/BTO). Dua bentuk tersebut bisa dikombinasikan dengan Perjanjian Bagi Hasil (PBH) atau Perjanjian Bagi Pendapatan (PBP) dengan cara tertentu.

Tu j u a n

04. Pernyataan ini bertujuan mengatur akuntansi kegiatan Kerjasama Operasi (KSO), yakni yang berkaitan dengan:

a)      pengakuan dan pengukuran akun-akun yang timbul dari kegiatan KSO seperti aset, kewajiban, pendapatan, dan beban,

b)      penyajian dan pengungkapan akun-akun kegiatan KSO. Ruang Lingkup.

 

05. Pernyataan ini mengatur kegiatan KSO yang digolongkan sebagai bentuk KSO tanpa entitas hukum, dimana hanya satu pihak saja yang secara signifikan memiliki kendali atas aset maupun operasi KSO. KSO dengan entitas hukum terpisah dan hal-hal lain yang tidak diatur harus diperlakukan sesuai dengan pernyataan standar akuntansi lain dan standar akuntansi yang berlaku umum. Sedang KSO tanpa entitas hukum yang terpisah yang termasuk PBA dan PBO diatur sesuai dengan PSAK No. 12 tentang Pelaporan Keuangan mengenai Partisipasi dalam Pengendalian Bersama Operasi dan Aset.

 

06. Pernyataan ini mengatur kegiatan KSO, baik dari sisi pemegang aset, atau hak penyelenggaraan usaha tertentu, maupun dari sisi investor.

 

07. Dengan berlakunya Pernyataan ini, maka istilah “kerjasama” dalam paragraf 14 PSAK 35 (1994) harus diartikan hanya untuk penyediaan sarana telekomunikasi dengan Pola Bagi Hasil (PBH).

 

D e f i n i s i

 

08. lstilah-istilah berikut ini digunakan dalam pernyataan ini sesuai dengan makna atau definisi yang diuraikan; Kerjasama Operasi (KSO) adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing sepakat untuk melakukan suatu usaha bersama dengan menggunakan aset dan atau hak usaha yang dimiliki dan secara bersama menanggung risiko usaha tersebut. Pemilik Aset adalah pihak yang memiliki aset atau hak penyelenggaran usaha tertentu yang dipakai sebagai obyek atau sarana Kerjasama Operasi. Misalnya orang yang memiliki tanah untuk dibangun gedung perkantoran di atasnya dalam perjanjian KSO, atau PT Jasa Marga yang memiliki hak penyelenggaraan jalan tol. Investor adalah pihak yang menyediakan dana, baik seluruh atau sebagian, untuk memungkinkan aset atau hak usaha pemilik aset diberdayakan atau dimanfaatkan dalam KSO. Pembatasan ini berbeda dengan PSAK No. 12, karena investor di Pernyataan ini bisa memiliki pengendalian atas aset dan operasi KSO, bisa pula tidak, tergantung dari bentuk KSO yang ada dalam perjanjian. Aset KSO adalah aset tetap yang dibangun atau yang digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan KSO. Pengelola KSO adalah pihak yang mengoperasikan aset KSO. Pengelola KSO mungkin pemilik aset, mungkin investor, mungkin juga pihak lain yang ditunjuk. Masa Konsesi adalah jangka waktu dimana investor dan pemilik aset masih terikat dengan perjanjian bagi hasil atau bagi pendapatan atau bentuk pembayaran lain yang tercantum di dalam perjanjian KSO.

 

PENGAKUAN DAN PENGUKURAN

 

Pembangunan Aset Kerjasama Operasi

09. Kerjasama Operasi biasanya diawali dengan bertemunya pemilik aset dengan calon investor. Pemilik aset telah memiliki aset, misalnya tanah, atau hak penyelenggaraan usaha tertentu, misalnya jasa telekomunikasi atau hak penyelenggaraan jalan tol, yang kemudian diserahkan untuk dibangun atau diusahakan dalam perjanjian KSO. Investor adalah pihak yang memiliki dana untuk membangun aset KSO.

 

10. Aset KSO, seperti gedung atau jalan tol, biasanya membutuhkan dana yang besar untuk membangun. Dana ini biasanya disediakan oleh investor, meskipun dalam beberapa kasus pemilik aset bisa juga ikut menyediakan sebagian dari dana tersebut.

 

11. Aset yang diserahkan pemilik aset untuk diusahakan dalam perjanjian Kerjasama Operasi (KSO) harus dicatat oleh pemilik aset sebagai aset KSO sebesar biaya perolehannya.

 

12. Apabila yang diserahkan untuk diusahakan dalam perjanjian KSO adalah hak penyelenggaraan usaha yang tidak memiliki biaya perolehan, maka pemilik aset hanya perlu mengungkapkan keberadaan transaksi tersebut.

 

13. Dana yang ditanamkan pemilik aset dalam KSO dicatat sebagai penyertaan KSO. Di sisi lain investor mencatat dana yang diterima ini dalam penyertaan KSO oleh pemilik aset sebagai kewajiban.

14. Seluruh biaya yang dikeluarkan oleh investor untuk membangun aset KSO harus dikapitalisasi dalam aset KSO dalam konstruksi. Akun ini akan dihapus ke aset KSO begitu konstruksi selesai dan aset KSO siap dioperasikan.

 

Pengoperasian Aset Kerjasama Operasi

 

15. Ditilik dari pihak yang diberi wewenang untuk mengoperasikan atau mengelola aset KSO, ada dua pola yang banyak diikuti oleh para partisipan KSO. Yang pertama, aset KSO dikelola oleh investor yang mendanai pembangunannya sampai berakhir masa konsesi. Di akhir masa konsesi investor akan menyerahkan aset KSO dan pengelolaannya kepada pemilik aset. Pola ini lazim disebut pola Bangun, Kelola, Serah (BKS) atau Build, Operate, Transfer (BTO).

 

16. Pola pengoperasian yang kedua adalah apabila investor mendanai pembangunanan aset KSO sampai siap dioperasikan. Begitu aset KSO siap dioperasikan, aset tersebut diserahkan kepada pemilik aset untuk dikelola. Pola ini lazim disebut pola Bangun, Serah, Kelola (BSK) atau Build, Transfer, Operate (BTO).

 

17. Masalah akuntansi yang pertama timbul dari kegiatan kerjasama seperti dinyatakan dalam paragraf 15 dan 16 di atas adalah masalah pengakuan aset KSO. Pada pola yang pertama investor akan secara langsung mengelola aset KSO, begitu pembangunannya selesai. Pada tahap ini, dan berlangsung sampai berakhir masa konsesi, investor secara lazim memiliki kendali yang signifikan atas pengelolaan aset KSO. Sesuai dengan syarat pengakuan aset, bila investor yakin akan adanya manfaat ekonomi dari aset tersebut dan biaya perolehan aset tersebut bisa diukur dengan andal, investor harus mencatatnya sebagai aset KSO.

 

18. Pada pola Bangun, Serah, Kelola (BSK), investor akan menyerahkan aset KSO yang dia danai pembangunannya kepada pemilik aset, begitu aset KSO siap dioperasikan. Pada tahap ini, pemilik aset secara lazim memegang kendali pengelolaan aset KSO secara material. Pemilik aset harus mengakui aset KSO pada saat investor menyerahkan pengelolaan aset KSO kepadanya.

 

19. Biaya perolehan aset KSO yang dibangun dengan dana dari investor adalah sebesar biaya pembangunannya. Apabila aset ini diserahkan kepada pemilik aset, ada kemungkinan pemilik aset tidak tahu berapa besar biaya pembangunan ini. Dalam hal ini pemilik aset bisa menggunakan biaya pembangunan yang disepakati dalam perjanjian KSO, atau sebesar nilai wajar pada saat aset KSO diserahkan.

 

20. Aset KSO yang dibangun dengan didanai oleh investor harus dicatat oleh pihak yang mengelola aset KSO tersebut, dalam hal yang mengelola adalah salah satu dari investor atau pemilik aset.

 

21. Investor atau pemilik aset yang berhak mengelola aset KSO dapat menyerahkan manajemen pengelolaan aset KSO tersebut kepada pihak lain. Penyerahan fungsi manajemen ini bagaimanapun juga tidak mengubah hak pengendalian aset dan operasi KSO.

 

22. Aset KSO harus dicatat sebesar biaya perolehannya, atau biaya pembangunan yang tercantum di perjanjian KSO, atau sebesar nilai wajar, dipilih yang paling obyektif atau paling berdaya uji.

 

23. Penyerahan aset KSO kepada pemilik aset mengharuskan pemilik aset mencatat aset KSO tersebut. Dengan menggunakan pendekatan aset dan prinsip biaya untuk pengukuran aset, aset KSO harus dicatat sebesar biaya perolehan atau nilai wajar saat penyerahan. Dalam KSO, bagaimanapun juga, transaksi penyerahan ini bukan transaksi perolehan aset seperti pembelian atau leasing. Pada KSO dengan pola BKS, pemilik aset mungkin tidak membayar aset KSO yang diserahkan di akhir masa konsesi, atau membayar jauh dibawah nilai wajar. Dengan demikian, pengakuan aset KSO pada pola BKS adalah dengan mengkredit akun penghasilan KSO (dalam hal ada kepastian tentang manfaat ekonomi dari diperolehnya aset tersebut), atau penghasilan tangguhan atau deferred income (dalam hal belum ada kepastian tentang manfaat ekonominya).

 

24. Pada KSO dengan pola BSK, pemilik aset harus melakukan pembayaran ke investor sebagai konsekuensi dari pengelolaan aset KSO yang didanai investor. Pola pembayaran selalu diatur dalam kontrak, misalnya dengan pola bagi hasil atau bagi pendapatan, atau modifikasi dari pola-pola tersebut. Perbedaan dengan transaksi pembelian cicilan, atau penjualan cicilan dari sisi, investor, atau leasing adalah adanya risiko bahwa pembayaran tersebut tidak sebesar yang diharapkan. Beda pembayaran KSO dari pembayaran dalam transaksi pembelian/penjualan cicilan atau leasing inilah yang sesungguhnya membedakan kegiatan KSO dengan kegiatan pembelian cicilan atau leasing. Beda pembayaran ini harus diakui dan disajikan sebagai tambahan dari penghasilan atau beban KSO.

 

25. lnvestor mencatat penyerahan aset KSO kepada pemilik aset di akhir masa konsesi dengan menghapus seluruh akun yang timbul berkaitan dengan KSO yang bersangkutan. Pemilik aset pada sisi lain, mencatat penyerahan ini sebagai aset dengan mengkredit penghasilan KSO apabila memiliki kepastian tentang adanya manfaat ekonomi dari aset tersebut atau mengkredit penghasilan tangguhan (deferred income) apabila tidak memiliki kepastian yang cukup tentang manfaat ekonomi dari aset tersebut.

 

26. Bila investor melakukan penyerahan aset KSO kepada pemilik aset untuk dioperasikan pada saat aset KSO selesai di bangun, penyerahan ini harus dicatat sebagai hak bagi pendapatan atau penghasilan KSO. Penerimaan kas atau hak atas pendapatan/penghasilan secara periodik dari bagi hasil atau bagi pendapatan atau bentuk lain yang timbul dari KSO ini diakui sebagai pendapatan KSO.

 

27. Dari transaksi pada paragraf 26, pemilik aset mencatat ponyerahan tersebut dalam akun aset KSO dengan mengkredit akun kewajiban jangka panjang KSO. Pembayaran periodik kepada investor karena adanya perjanjian KSO ini dicatat sebagai pelunasan utang beserta bunga dan beban atau penghasilan KSO.

 

28. Penghitungan bunga untuk transaksi yang termuat dalam paragraf 26 dan 27 adalah dengan mengacu pada tingkat bunga normal dikalikan dengan sisa kewajiban atau sisa piutang bagi investor. Selisih antara beban bunga (atau penghasilan bunga bagi investor) dan bagian dari kewajiban KSO (atau piutang KSO bagi investor) dari jumlah yang dibayarkan (atau diterima Investor) dimasukkan sebagai penghasilan atau beban KSO.

 

29. Aset KSO disusutkan oleh pihak yang membukukan aset KSO dalam neracanya, yaitu pengelola KSO. Kemungkinan besar adalah bahwa umur ekonomi aset ini melampaui masa konsesi yang diterima investor. Apabila investor adalah juga pengelola KSO, masa penyusutan yang diperkenankan untuk aset KSO maksimal sampai berakhir masa konsesi. Apabila pengelola KSO adalah pemilik aset, masa penyusutan adalah selama umur ekonomi aset yang bersangkutan, dan tidak dibatasi oleh masa konsesi.

 

30. Aset KSO harus disusutkan secara sistematis oleh pengelola KSO selama umur ekonominya. Untuk Investor, masa penyusutan tidak boleh lebih panjang dari masa konsesi KSO.

 

31. Hak bagi pendapatan atau hasil diamortisasi oleh investor. Pengungkapan

 

32. Sehubungan dengan perjanjian Kerjasama Operasi (KSO), pengungkapan berikut ini harus dibuat:

a)      pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian KSO,

b)      hak dan kewajiban dari masing-masing partisipan KSO

berkenaan dengan perjanjian KSO,

c)      ketentuan tentang perubahan perjanjian KSO, bila ada.

 

33. Sehubungan dengan pengungkapan yang lazim untuk aktiva tetap, pengungkapan berikut harus dibuat untuk aset Kerjasama Operasi (KSO):

a)      klasifikasi aktiva yang membentuk aset KSO,

b)      penentuan biaya perolehan aset KSO,

c)      penentuan depresiasi atau amortisasi aset KSO.

 

34. Sehubungan dengan perjanjian bagi pendapatan/hasil KSO, pengungkapan berikut ini harus dibuat:

a)      penghitungan atau penentuan hak bagi pendapatan/hasil KSO,

b)      penentuan amortisasi hak bagi pendapatan/hasil KSO,

c)      penghitungan (tambahan) beban atau penghasilan KSO yang

timbul dari pembayaran bagi pendapatan/hasil KSO.

 

 

 

 

PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN

 

NO. 39 AKUNTANSI KERJASAMA OPERASI

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 39 terdiri dari paragraf 35 - 47. Pernyataan ini harus dibaca dalam konteks paragraf 01 - 34.

 

PENGAKUAN DAN PENGUKURAN

 

Pembangunan Aset Kerjasama Operasi

 

35. Aset yang diserahkan pemilik aset untuk diusahakan dalam perjanjian Kerjasama Operasi (KSO) harus dicatat oleh pemilik aset sebagai aset KSO sebesar biaya perolehannya.

 

36. Dana yang ditanamkan pemilik aset dalam KSO dicatat sebagai penyertaan KSO. Di sisi lain investor mencatat dana yang diterima ini dalam penyertaan KSO oleh pemilik aset sebagai kewajiban.

 

Pengoperasian Aset Kerjasama Operasi

 

37. Aset KSO yang dibangun dengan didanai oleh investor harus dicatat oleh pihak yang mengelola aset KSO tersebut, dalam hal yang mengelola adalah salah satu dari investor atau pemilik aset.

 

38. Aset KSO harus dicatat sebesar biaya perolehannya, atau biaya pembangunan yang tercantum di perjanjian KSO, atau sebesar nilai wajar, dipilih yang paling obyektif atau paling berdaya uji.

 

39. Investor mencatat penyerahan aset KSO kepada pemilik aset di akhir masa konsesi dengan menghapus seluruh akun yang timbul berkaitan dengan KSO yang bersangkutan. Pemilik aset, pada sisi lain, mencatat penyerahan ini sebagai aset dengan mengkredit penghasilan KSO apabila memiliki kepastian tentang adanya manfaat ekonomi dari aset tersebut, atau mengkredit penghasilan tangguhan (deferred income) apabila tidak memiliki kepastian yang cukup tentang manfaat ekonomi dari aset tersebut.

40. Bila investor melakukan penyerahan aset KSO kepada pemilik aset untuk dioperasikan pada saat aset KSO selesai di bangun, penyerahan ini harus dicatat sebagai hak bagi pendapatan atau penghasilan KSO. Penerimaan kas atau hak atas pendapatan/penghasilan secara periodik dari bagi hasil atau bagi pendapatan atau bentuk lain yang timbul dari KSO ini diakui sebagai pendapatan KSO.

 

41. Dari transaksi pada paragraf 40, pemilik aset mencatat penyerahan tersebut dalam akun aset KSO dengan mengkredit akun kewajiban jangka panjang KSO. Pembayaran periodik kepada investor karena adanya perjanjian KSO ini dicatat sebagai pelunasan utang beserta bunga dan beban atau penghasilan KSO.

 

42. Penghitungan bunga untuk transaksi yang termuat dalam paragraf 40 dan 41 adalah dengan mengacu pada tingkat bunga normal dikalikan dengan sisa kewajiban atau sisa piutang bagi investor. Selisih antara beban bunga (atau penghasilan bunga bagi investor) dan bagian dari kewajiban KSO (atau piutang KSO bagi Investor) dari jumlah yang dibayarkan (atau diterima investor) dimasukkan sebagai penghasilan atau beban KSO.

 

43. Aset KSO harus disusutkan secara sistematis oleh pengelola KSO selama umur ekonominya. Untuk investor, masa penyusutan tidak boleh lebih panjang dari masa konsesi KSO.

 

44. Hak bagi pendapatan atau hasil diamortisasi oleh investor.

 

Pe n g u n g k a p a n

 

45. Sehubungan dengan perjanjian Kerjasama Operasi (KSO), pengungkapan berikut ini harus dibuat:

a)      pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian KSO,

b)      hak dan kewajiban dari masing-masing partisipan KSO

berkenaan dengan perjanjian KSO,

c)      ketentuan tentang perubahan perjanjian KSO, bila ada.

 

46. Sehubungan dengan pengungkapan yang lazim untuk aktiva tetap, pengungkapan berikut harus dibuat untuk aset Kerjasama Operasi (KSO):

a)      klasifikasi aktiva yang membentuk aset KSO,

b)      penentuan biaya perolehan aset KSO,

c)      penentuan depresiasi atau amortisasi aset KSO.

 

47. Sehubungan dengan perjanjian bagi pendapatan/hasil KSO, pengungkapan berikut ini harus dibuat:

a)      penghitungan atau penentuan hak bagi pendapatan/hasil KSO,

b)      penentuan amortisasi hak bagi pendapatan/hasil KSO,

c)      penghitungan (tambahan) beban atau penghasilan KSO yang timbul dari pembayaran bagi pendapatan/hasil.

 

Masa Transisi

 

48. Apabila penerapan Pernyataan ini mengakibatkan perubahan akuntansi, maka kebijakan akuntansi yang sesuai dengan Pernyataan ini diperlakukan secara prospektif.

 

Tanggal Berlaku Efektif

 

49. Pernyataan ini berlaku untuk laporan keuangan yang mencakupi periode yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 1998. Penerapan lebih dini dianjurkan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

AKUNTANSI KERJASAMA OPERASI                                        Lampiran 1

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PEMILIK ASET                                                                                Lampiran 2

 

 

 

 

 

 

 

 

INVESTOR                                                                                        Lampiran 3

 

 

 

 

 

 

 

 

PENGELOLA                                                                                                Lampiran 4